Perencanaan pemanenan kayu dartikan sebagai perancangan keterlibatan hutan beserta isinya, manusia dan organisasi, peralatan dan dana untuk memproduksi kayu secara lestari bagi masyarakat yang membutuhkannya dan dapat meningkatkan nilai tambahan baik bagi perusahaan maupun masyarakat lokal atau yang berada sekitar hutan, regional dan nasional, pada kurun waktu tertentu (Muhdi, 2006).
Perencanaan
jalan hutan merupakan salah satu kegiatan dalam rangka pengusahaan
hutan. Tujuan PWH adalah agar persyaratan – persyaratan bagi pengusahaan
hutan yang lestari dalam areal hutan yang diusahakan dapat terwujud.
Salah satu yang harus diperhatikan adalah kemiringan lapangan dibidang
kehutanan adlah penggambaran dari kelompok areal hutan berdasrkan sifat –
sifat dapat tidaknya diterapkan sistem kerja atau mesin – mesin
tertentu di areal tersebut, dan kepekaan lapangan terutama terhadap
kerusakan dan erosi yang disebabkan oleh tindakan – tindakan dalam
pengelolaan hutan. Untuk meminimalisasi kerusakan tersebut maka
ditetapkan areal – areal yang perlu di lindungi seperti kawasan kanan
kiri sungai, areal bertopografi sangat curam, daerah yang dianggap
keramat dan termasuk hutan lindung.
Adapun
isi dari perencanaan kayu secara umum adalah deskripsi tentang faktor
input yang tersedia meliputi kondisi hutan (potensi hutan, topografi,
geologi dan tanah, iklim dan areal-areal yang spesifik perlu dilindungi)
serta peralatan yang meliputi jenis dan jumlah yang tersedia, tingkat
kehandalan alat dan jumlah serta tingkat keahlian tenaga kerja yang
dimiliki, catatan tentang standar biaya, peraturan terkait, rancangan
volume produksi, pemilihan metode alternatif, rancangan petak tebang dan
urutan pengerjaannya, jenis dan tingkat keahlian tenaga kerja, sistem
pengorganisasiannya, jadwal pengerahan alat, tenaga kerja dan dana yang
dilibatkan, serta estimasi keuntungan (Muhdi, 2006).
Untuk
dapat diketahui suatu metode pemanenan kayu cocok untuk diterapkan atau
yang harus dilakukan klasifikasi kemiringan lahan dari deliniasi areal
yang di lindungi. Adapun tujuan dari peta klasifikasi kemiringan lahan
ini dimaksudkan untuk memilah – milah areal utan yang aman untuk dipanen
dalam satuan – satuan yang telah kecil yang dicirikan oleh metode
pemanenan dan sisitem silvikultur yang dianut dan dilaksanakan.
Sementara untuk daerah – daerah yang rawan atau tidak aman dilakukan,
pemanenan dijadikan sebagai areal induk.
Kegiatan
pemanenan kayu menyebabkan meningkatnya keterbukaan lahan. Besarnya
keterbukaan lahan akibat kegiatan ini antara lain dipengaruhi oleh
sistem pemanenan, intensitas pemanenan, perencanaan petak tebang,
perencanaan penyaradan dan kemiringan lapangan. Sistem pemanenan yang
dilakukan berpengaruh terhadap besarnya keterbukaan lahan dan gangguan
yang berada pada tanah (Purwodido, 1999).
Unit
pengelolaan pemanenan kayu perlu dibagi dalam blok kerja tahunan sesuai
dengan daur tebangan. Blok kemudian dibagi ke dalam petak pemanenan.
Tipe tapak atau kondisi silvikultur yang ada di tiap petak di deliniasi
dan di taksir luasnya masing – masing. Unit pengelolaan harus mempunyai
unit administrasi berupa petak permanen. Hutan produksi dan kebun kayu
yang tidak mempunyai petak permanen bisa dikelola. Sama halnya tidak
mungkin mengelola penduduk di sebuah kelurahahn yang tidak mempunyai RT
atau RW. Pemonitoran luas hutan dan keadaan tegakan, pengaturan tat
tempat kegiatan dan sistem informasi tidak akan dapat dilakukan bila
hutan tidak dilengkapi dengan petak permanen. Blok kerja tahunan dibagi
dalam petak permenen dengan luas 100 – 1000 ha. Dengan menggunakan
sungai, trase jalan. Jalan dan punggung lahan sebagai pembatas. Pembutan
petak tat hutan permanen paling lambat dilakukan setelah trase jalan
diketahui. Karena jalan akan digunakan sebagai batas petak dan petak
harus di petakan dan tidak boleh hanya di sketsa (Sagala, 1994).
Adapun tujuan dari ini adalah :
- menentukan dan menetapkan jumlah petak tebang
- menentukan areal efektif untuk kegiatan pemanenan
- untuk membuat rencana petak tebang.
Sebelum
melakukan pemanenan kayu, semua anggota yang terlibat dalam kegiatan
pemanenan kayu harus diinformasikan tentang perencnaan pemanenan kayu
yang dibuat, sehingga setiap individu terlibat mengetahui tanggung
jawabnya, apa yang perlu dilakukan, prosedur-prosedur
kerja, apayang harus dilakukan termasuk standar kerja yang diharapkan,
hubungan antara organisasi antar tahap perencnaan, pembangunan jalan
sarad, penebangan penyaradan, gali timbun jalan. Frekuensi pertemuan
diperlukan (Muhdi, 2006).
Salah satu fungsi perencanaan pemanenan kayu adalah menentukan tingkat produksi
kayu lestari, baik lestari sumberdaya hutannya maupun pengusahanya.
Untuk kelestarian sumberdaya hutannya, maka kayu yang dipanen harus
tidak melebihi produktivitas (riap) hutan yang akan dipanen. Sedangkan
untuk menjamin agar pengusahaan hutan dapat lestari, maka perlu
diupayakan agar jumlah kayu yang dihasilkan minimal sama dengan biaya
yang dikeluarkan (Iskandar, 2000).
Kegiatan
– kegiatan pemanenan kayu menyebabkan keterbukaan lahan. besarnya
keterbukaan lahan akibat kegiatan ini antara lain di pengaruhi oleh
sistem pemanenan. Intensitas pemanena, perencanaan petak tebang
digunakan berpengaruh terhadap besarnya keterbukaan lahan dan gangguan
yang berada pada tanah (Purwodidio, 1999).
Sebelum melakukan kgiatan pemanenan areal harus dibagi ke
dalam petak – petak tebang, yitu suatu unit terkecil dalam blok
tahunan, dimana seluruh kegiatan pemanenan kayu akan dilakukan. Kegiatan
pemanenan kayu meliputi :
- Penebangan
- Penyaradan
- Pengumpulan
- Pembagian batang
- Pemuatan kayu
Atau
secara mudah dan sederhana bahwa petak tebang adalah suatu areal yang
dilayani oleh satu TPn, dimana di dalam ini dilakukan pemanenan kayu.
Oleh karena itu daerah yang aman untuk dilakukan pemanenan yang
produktif atau efektif dilakukan kegiatan kehutanan, misalnya penggunaan
sistem. Sistem mekanis dengan traktor sebagai alat syarat dengan sistem silvikultur TPTI.
Berdasarkan
ketentuan penebangan dalam Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)
dinyatakan bahwa ada salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam
pelaksanaan pemanenan hutan, yakni semua pohon yang berjarak (radius) 50
m dari sumber mata air, saka alam atau suaka margasatwa, jalur vegetasi
sepanjang jalan raya/ provinsi, pohon pada jarak 100 m dari daerah yang
mengandung nilai estetika dan semua pohon pada jarak 200 m dari tepi
sungai atau pantai (Departemen Kehutanan, 1993).
Setelah didapatkan pilihan pola jalan yang terbaik, spasi jalan dan
jarak antar TPn yang optimum, selanjutnya dibuat rancangan petak tebang.
Petak tebang tersebut merupkan petak areal
yang dapat dilayani oleh satu TPn. Petak tebang dapat dibatasi atau
dilalui jalan angkutan. Untuk efisiensi pelaksanaanya, masing-masing
petak diberi kode yang menunjukan urutan pengerjaan pemanenan kayunya
(Muhdi, 2006).
Pembuatan
petak tebang merupakan salah satu usaha pengelolaan yang lestari, bahwa
pemanfaatan jenis tanaman dan satwa harus diperhatikan kaidah – kaidah
konservasi. Di dalam penentuan luas petak tebang, pendekatan yang
dilakukan adalah pendekatan teknis. Yang dimaksud dengan pendekatan
teknis adalah menentukan luas petak tebang berdasarkan jangkauan terjauh
(jarak sarad). Alat sarad sesuai keterbatasan atau kemampuan teknis
alat – alat yang digunakan. Sistem peyaradan yang digunakan adalah sistem traktor dimana alat yang digunakan adalah traktor (Sagala, 1994).
Desain
petak menempatkan batas petak, luas dan bentuk petak. Unit pengelolaan
di bagi ke dalam petak pemanenan dengan menggunakan sungai dan jalan
sebagai batas petak. Di dalam unit pengelolaan hutan produksi areal HPH
terdapat lima tingkat desain. Tingkat desain lapangan yang akan dibuat yaitu :
- desain tingkat tegakan
- desain tingkat jalan sarad
- desain tingkat hurid
- desain tingkat petak
- desain tingkat pengelola
Petak
digunakan untuk memonitor luas lahan dan kondisi vegetasi. Pada tebang
rumpang ini tidak diperlukan inventarisasi pohon sebelum dan sesudah
penebangan, tidak dilakukan penanaman perkayaan, tidak penunjukan pohon
inti, tidak ada penanaman tanah kosong dan tidak ada petak ukur
permanenan (PUP). Biaya pembinaan areal tegakan tebangan tebang rumpang
amat kecil (Sagala, 1994).
Rencana
pemetaan hutan meliputi kegiatan – kegiatan guna penyusun rencana kerja
untuk jangka waktu tertentu. Adapun kegiatan – kegiatan penyusunan
rencana kerja tersebut antara lain :
- Penentuan batas – batas hutan yang akan di tata.
- Pembagian hutan dalam petak – petak kerja.
- Pembagian wilayah hutan.
- Pengumpulan data lainnya untuk menyusun rencana kerja.
- Pengukuran dan perpetaan.
- Perisalahan hutan.
(Pamulardi, 1995)
Sistem
“petak ukur variabel” adalah penerapan pencuplikan “peluang imbang
ukuran” (PPs). Pada sisitem ini tidak ditetapkan areal yang tetap.
Dikaji untuk dilihat apakah mereka akan dipilih sebagai cuplikan.
Bergantung kepada luas bidang dasar pohon serta jaraknya terhadap titik
cuplikan, tidak ada batas atau areal tertentu tetapi pada setiap pohon
yang terlihat dari titik cuplikan mempunyai peluang untuk dipi;ih
tergantung kepada diameter setinggi dada (LBDS) (Husch, 1987).
Desain
petak merupakan batas petak luas dan bentuk petak unit pengelolaan
dibagi ke dalam kotak pemanenan dengan menggunakan sungai dan jalan
sebagai batas petak. Petak digunakan untuk memonitor luas dan kondisi
vegetasi. Areal kerja dibagi dalam kotak permenen dengan menggunakan
jalan dan sungai sebagai batas petak atau luas 500 – 4000 ha, tergantung
adanya batas alam setiap petak mempunyai nomor. Petak berfungsi bagi
monitoring luas lahan dan monitoring kondisi vegetasi (Puwodido, 1999).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar