Klasifikasi lapangan di bidang kehutanan adalah penggambaran dan pengelompokan areal hutan berdasarkan sifat-sifat dapat tidaknya diterapkan sistem kerja atau mesin-mesin tertentu di areal tersebut dan kepekaan lapangan terutama terhadap kerusakan tanah dan erosi yang disebabkan oleh tindakan-tindakan pengelolaan hutan (Elias, 1997).
Garis
kontur adalah garis pada peta yang menghubungkan titik-titik yang
mempunyai ketinggian yang sama. Garis ini sering pula disebut garis
tranches, garis tinggi dan garis lengkung horizontal. Demikian garis
kontur + 101 m berarti garis menghubungkan titik-titik yang mempunyai
ketinggian + 101 m. garis-garis kontur dapat dibayangkan sebagai
proyeksi yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian
permukaan dalam bentuk dan ukuran yang kecil.
Pada
waktu perencanaan tanah perumahan, pendiri bangunan akan memanfaatkan
ketinggian alamiah tanahnya. Rumahnya yang dibangun pada ketinggian yang
berbeda-beda tampak tampak lebih menarik dan lebih indah. Karena itu,
denah lokasi harus dapat menunjukan naik turunnya permukaan tanah atau
relief permukaan tanah, caranya bermacam-macam misalnya dengan tinggi
bentuk, penggarisan bukit penandaan dengan garis pendek-pendek dari
pembuatan garis-garis kontur. Cara yang terakhir ini adalah cara yang
paling tajam untuk dipakai.
Dalam
pembuatan klasifikasi kemiringan lapangan ada yang disebut dengan garis
kontur. Kontur atau garis tinggi merupakan garis yang menghubungkan
titik-titik yang sama tingginya dari permukaan laut. Suatu peta yang
dilengkapi dengan garis-garis kontur dapat memberi gambaran tentang
lapangan yang sebenarnya tanpa melihat langsung di lapangan. Untuk dapat
melukiskan garis-garis kontur dengan bersangkutan sebanyak mungkin,
apabila lapangan yang diberi garis-garis konturnya cukup luas, maka
tempat menempatkan alat ukur diperlukan pula lebih dari satu titik.
Dimana setiap tempat kedudukan alat ukur diperlukan pula lebih dari satu
titik. Dimana setiap tempat kedudukan alat yang satu
dengan yang lain saling terkait. Klasifikasi lapangan di bidang
kehutanan adalah penggambaran dan penggelompokan areal hutan berdasarkan
sifat-sifat dapat tidaknya diterapkan sistem kerja atau mesin-mesin
tertentu di areal tersebut dan kepekaannya di lapangan terutama terhadap
kerusakan tanah dan erosi yang disebabkan oleh tindakan-tindakan dalam
pengelolaan kegiatan hutan.
Peta
menurut isinya dapat dibedakan menjadi delapan, yaitu: peta rupa bumi,
tanah dan geologi, iklim dan hidrologi, liputan lahan, jaringan jalan
dan irigasi, kadasteral, hidrografi dan kelas lerang. Peta kelas lereng
adalah peta yang memuat informasi tentang kelas-kelas lereng lapangan
mulai dari datar, landai, sedang dan curam, bahkan sangat curam.
Klasifikasi
tersebut lebih ditekankan pada standar teknis jalan angkutan, dimana
untuk daerah datar kemiringan tanjakan maksimal 5%. sedangkan daerah
yang sedang 6-7%, dan untuk daerah yang curam tanjakan jalan ditolerir
sebesar 8-10%. klasifikasi lapangan dibidang kehutanan dimulai antara
tahun 1960 di Skandinavial. Penerapannya secara luas didalam kegiatan
kehutanan terdapat di Skandinavia, Inggris, Prancis, Italia, Kanada, Uni
Soviet, Jepang dan beberapa tempat Afrika, terutama di Gabun.
Dalam suatu areal hutan dengan areal total yang diketahui dengan pasti,
prisip ini menentukan proporsi luas total yang ditempati oleh luas
hutan tertentu. Taksiran proporsi ini diberikan melalui penempatan sistematik baik dengan
titik-titik, dimana masing-masing titik menentukan nilai 1 bila berada didalam kelas hutan atau 0 bila berada diluarnya (Sistem dot-grid).
Atau garis-garis sejajar (transek)yang masing-masing menyatakan bagian dari panjangnya garis yang berada di kelas hutan; sistem transek ini kurang dipakai dibanding sistem dot-grid karena panjangnya harus diukur.
Adapun tujuan dari klasifikasi kemiringan lapangan adalah:
Untuk menentukan kelas kemiringan lapangan
Penentuan luas areal hutan berdasarkan fungsi kawasan hutan
Untuk mengetahui persentase kemiringan lapangan
Untuk menentukan fungsi kawasan lapangan
Kemiringan
lapangan di bidang kehutanan menggambarkan dan mengelompokkan areal
hutan berdasarkan sifat-sifat dapat tidaknya diterapkan sistem kerja
atau mesin-mesin tertentu di areal tersebut dan kepekaan lapangan
terutama terhadap kerusakan tanah dan erosi yang disebabkan dalam
kegiatan-kegiatan hutan. Klasifikasi lapangan di bidang kehutanan dapat
dibedakan menjadi klasifikasi primer dan skunder. Klasifikasi primer
menggambarkan areal hutan berdasarkan sifat lapangan yang tidak berubah,
sedangkan skunder berdasarkan kemungkinan terbaik aplikasi sistem
kerja/mesin di areal tersebut (Muhdi, 2002).
Garis
kontur ialah garis khayal yang digambarkan pada daerah yang
menghubungkan semua titik yang ketinggiannya sama, di atas atau di bawah
dataran tertentu. Konsep garis kontur tersebut dapat dengan mudah
dipahami jika kita membayangkan sebuah kolam. Jika air benar-benar dalam
keadaan tenang, tepi air akan berada pada ketinggian yang sama dengan
sekeliling kolam, membentuk sebuah garis kontur. Jika air diturunkan 5
meter, tepi air akan membentuk garis kontur kedua. Penurunan ketinggian
air selanjutnya akan menghasilkan garis kontur yang kontiniu dan tidak
dapat bertemu atau berpotongan dengan garis kontur yang lain. Demikian
jugagaris kontur ridak dapat membelah atau tidak dapat bergabung dengan
garis kontur yang lain, kecuali pada batu karang atau daerah yang
mengajur. Tanda pasang surut yang dibuat oleh air laut ialah garis
kontur dengan nilai nol meter (Irvine, 1995).
Salah
satu metode yang digunakan dalam mengukur suatu luasan areal adalah
metode kisi-kisi. Metode ini merupakan metode menghitung luas pada
lembaran kalkir atau plastik transparan digambarkan garis memanjang dan
melintang pada interval tertentu dan ditempatkan di atas gambar tersebut
diatas garis-garis pembatas. Apabila garis memotong petakan-petakan
maka bagiannya harus dibaca secara proporsional (Gayo, 2005).
Klasifikasi
hutan secara garis besar biasanya bermanfaat untuk perencanaan makro.
Untuk menyusun rencana operasional, diperlukan klasifikasi lebih rinci.
Di dalam kawasan hutan tropika basah, peranan potret udara sangat untuk
membuat klasifikasi yang lebih teliti. Disini sering kali informasi
tambahan dari pengecekan lebih diperlukan, walaupun dalam jumlah kecil
(Simon, 2007).
Dalam
mengukur jarak antara dua titik pada lereng curam mungkinlebih baik
meletakkan pita pada lerengnya dan menentukan sudut miring alpa, atau
beta dalam deviasi, daripada menentukan pembagian pita setiap beberapa
feet. Pita-pita panjang (200 dan 500 ft) lebih menguntungkan untuk
pengukuran pada lereng (sungai maupun jurang), dan dari beberapa operasi
militer (Brinker dan Paul, 1986).
Prinsip
hitung titik atau teknik kisi garis pada penentuan luas kelas hutan
tanpa menggunakan luas hutan tanpa menggunakan pengetahuan interpretasi
potret udara. Jalur survei dibuat berselang di lapangan dan persentase
areal yang dijajah di dalam suatu kertas areal hutan tertentu ditentukan
baik dari proporsi panjang garis survei di dalam kelas itu, atau dari
banyaknya petak ukur yang diambil secara sistematik di dalam kelas
tersebut. Survey yang sama dimanfaatkan untuk mengubah data yng sama
untuk taksiran volume atau pertumbuhan. Dengan menggunakan interaksi
atau titik, pemeriksaan dapat dilakukan pada selang-selang waktu pada
hamparan yang ditebangi pesawat dari setiap titik yabg jatuh pada suatu
kategori hutan atau klsifikasi hutan yang dicatat (Husch, 1987).
Garis
kontur adalah sebuah garis yang menggambarkan peta yang menghubungkan
semua titik dan memiliki ketinggian yang sama. Adapun sifat-sifat garis
kontur, yaitu:
Jarak horizontal dua buah garis kontur akan semakin sejajar satu sama lain.
Pada tanah dengan lereng seragam maka garis kontur akan semakin sejajar satu sama lain.
Garis kontur tidak akan berpotongan satu sama lain kecuali pada keadaan khusus.
Pada permukaan datar kontur akan beranjak secara bersamaan dan tidak akan terletak bersamaan
(Ligfensink, 1937).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar