Di
 pihak lain kenyataan menunjukkan bahwa 80 – 85 % kayu Indonesia 
mempunyai keawetan yang rendah (kelas III – IV). Dengan kata lain 
sebagian besar jenis kayu tersebut mudah terserang berbagai jenis 
organisme perusak kayu. Kenyataan ini ditunjang pula oleh letak 
geogarfis Indonesia di khatulistiwa dengan iklim tropisnya yang 
memungkinkan hadirnya berbagai jenis organisme perusak kayu seperti 
rayap, bubuk kayu kering, jamur pelapuk. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa ancaman kerusakan kayu di Indonesia sangan besar.
Kayu
 merupakan bahan alami yang serba guna didukung oleh banyak keunggulan 
komparatif dibanding bahan lainnya (metal, semen, plastik, dsb). Di sisi
 lain kayu juga memiliki berbagai kelemahan, salah satu yang sangat 
penting di antaranya adalah kayu dapat terdegradasi oleh faktor biologis
 (jamur, rayap, kumbang, penggerek laut, dsb.). Deteriorasi kayu oleh 
faktor biologis (khususnya jamur) telah menimbulkan kerugian yang sangat
 besar dan pemborosan pemanfaatan sumber daya alam/ hutan. Pengendalian 
deteriorasi kayu ini akan meningkatakan efisiensi pengolahan dan 
pemanfaatannya serta menekan konsumsi kayu dari hutan yang kini angka 
deforestasi di Indonesia demikian tinggi (Priadi, 2005).
Wilayah
 Indonesia merupakan wilayah yang cocok untuk pertumbuhan dan 
perkembangbiakan mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Bakteri dan 
jamur merupakan tumbuhan tingkat rendah, dimana dalam kehidupannnya akan
 selalu menjadi parasit dan atau saprofit bagi organisme/benda lain. 
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme yang tidak memiliki klorofil 
sehingga dalam mempertahankan hidupnya akan mengambil energi serta 
bahan-bahan organik yang dihasilkan oleh tumbuhan hijau baik yang masih 
hidup ataupun yang sudah mati (Iswanto, 2009).  
 Tidak ada alasan untuk dapat menghindari terjadinya proses kemunduran 
kayu dalam suatu bangunan dimana penyebab-penyebabnya dapat diatasi atau
 dikendalikan. Kayu yang digunakan diluar atap berhubungan langsung 
dengan tanah atau air laut akhirnya akan membusuk atau diserang oleh 
pengebor-pengebor laut atau serangga. Tetapi umur pakainya dapat sangat 
diperpanjang dengan perlakuan tepat. Untuk menghindari kemunduran dalam 
bangunan-bangunan atau untuk memperpanjang umur bahan-bahan kayu yang 
digunakan dibawah kondisi-kondisi yang berat, mereka yang menggunakan 
produk-produk kayu harus memahami kondisi-kondisi yang dapat 
berkembangnya kemunduran dan tindakan pencegahan yang harus diambil 
(Samosir, 2009).
 Agen-agen biologis adalah penyebab utama kerusakan kayu, akibat dari 
cendawan yang menyebabkan noda, pelunakan dan pembusukan; 
pengebor-pengebor laut, terutama cacing-cacing laut dan kerang-kerang 
laut kecil; serangga termasuk rayap, semut kayu; berbagai kumbang 
pengebor kayu; dan bekteri yang menyebabkan pelapukan pada kayu yang 
apabila lama terendam oleh air (Samosir, 2009).
Sebenarnya
 kerugian akibat serangan jamur setiap tahunnya sangat besar, namun 
masih jarang dilakukan penelitian-penelitian maupun publikasi-publikasi 
untuk mengetahui seberapa besar kerugian yang terjadi akibat serangan 
jamur. sebagian contoh di Amerika Serikat kerugian akibat pelapukan 
bangunan diduga lebih dari 200 juta dolar per-tahun.
Deskripsi Jamur
 Jamur merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tidak mempunyai zat hijau (chlorophyl).
 Untuk hidupnya mereka berperan sebagai parasit atau saprofit (Tambunan 
dan Nandika, 1989), yang tidak dapat menghasilkan makanannya sendiri 
(Hunt dan Garrat, 1986).
Jamur
 merupakan organisme eukariota yang digolongkan kedalam kelompok 
cendawan sejati. Dinding sel jamur terdiri atas kitin, sel jamur tidak 
mengandung klorofil. Jamur mendapatkan makanan secara heterotrof dengan 
mengambil makanan dari bahan organik. Bahan organik disekitar tempat 
tumbuhnya diubah menjadi molekul-molekul sederhana dan diserap langsung 
oleh hifa, jadi jamur tidak seperti organisme heterotrof lainnya yang 
menelan makanannya kemudian mencernanya sebelum diserap (Gunawan, 2000).
Mikroorganisme
 ini dapat dibedakan dalam empat golongan tergantung pada sifat 
perkembangan didalam dan pada kayu, dan tipe kerusakan yang ditimbulkan 
olehnya. Hunt dan Garrat (1986) menyatakan golongan-golongan tersebut 
adalah cendawan perusak kayu, pewarna kayu, cendawan buluk dan bakteri 
penyerang kayu.
Jamur Sebagai Jasad Renik
 Jasad
 renik merupakan salah satu faktor yang banyak menimbulkan kerusakan 
pada kayu. Jasad renik tersebut terdiri dari jamur dan bakteri, dimana 
bagian vegetatifnya secara individu hanya dapat dilihat dengan jelas 
dibawah mikroskop karena ukurannya sangat kecil. Jasad renik adalah 
sejenis tumbuhan tingkat rendah yang tidak mengandung klorofil, oleh 
karena itu mereka mempertahankan hidupnya dengan energi dan bahan 
organik yang dihasilkan oleh tumbuhan hijau. Dengan demikian kayu 
sebagai produk terbesar dari tumbuhan hijau merupakan sumber makanan 
bagi berbagai jenis jamur dan bakteri. Berdasarkan medium tempat jasad 
renik itu berkembang dan sifatnya yang saprofit dan parasit, jasad renik
 berbeda dengan tanaman hijau               (Tambunan dan Nandika, 
1989).
Ciri-ciri Jamur
Jamur
 atau fungi merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga 
bersifat heterotrof, tipe sel eukarotik. Jamur ada yang uniseluler dan 
multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa, 
hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium. 
Jamur pada umumnya multiseluler (bersel banyak). Ciri-ciri jamur berbeda
 dengan organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh, 
pertumbuhan, dan reproduksinya (Gandjar dkk, 1999).
Struktur Tubuh Fungi/Jamur
Struktur
 tubuh jamur tergantung pada jenisnya. Ada jamur yang satu sel, misalnya
 khamir, ada pula jamur yang multiseluler membentuk tubuh buah besar 
yang ukurannya mencapai satu meter, contohnya jamur kayu. Tubuh jamur 
tersusun dari komponen dasar yang disebut hifa. Hifa membentuk jaringan 
yang disebut miselium. Miselium menyusun jalinan-jalinan semu menjadi tubuh buah (Tapa, 2004).  
Morfologi Fungi
 Bagian vegetatif pada jamur umumnya berupa benang-benang halus memanjang, bersekat (septa)
 atau tidak, dinamakn dengan hifa. Kumpulan-kumpulan benang-benang hifat
 tersebut dinamakan dengan miselium. Miselium dapaat dibedakan menjadi 
dua tipe pokok. Yang pertama mempunyai hifa senositik (coenocytic),
 yaitu hifa yang mempunyai banyak inti dan tidak mempunyai sekat 
melintang, jadi hifa ini berbentuk tabung halus yang mengandung 
protoplas dengan banyak inti. Pembelahan intinya tidak diikuti oleh 
pembelahan sel. Yang kedua mempunyai hifa seluler (celluler), hifa terdiri dari sel-sel, yang masing-masing mempunyai sat atau dua inti (Semangun, 1996).
Habitat Jamur/Fungi
Semua
 jenis jamur bersifat heterotrof. Namun, berbeda dengan organisme 
lainnya, jamur tidak memangsa dan mencernakan makanan. Untuk memperoleh 
makanan, jamur menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan 
miseliumnya, kemudian menyimpannya dalam bentuk glikogen. Oleh karena 
jamur merupakan konsumen maka jamur bergantung pada substrat yang 
menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya. 
Semua zat itu diperoleh dari lingkungannya. Sebagai makhluk heterotrof, 
jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, atau saprofit 
(Saragih, 2008).  
Hifa
 Hifa
 dapat dibedakan atas dua tipe hifa yang fungsinya berbeda, yaitu yang 
menyerap unsur hara dari substrat dan yang menyangga alat-alat 
reproduksi. Hifa umumnya rebah pada permukaan substrat atau tumbuh pada 
ke dalam substrat dan fungsinya untuk mengabsorbsi unsur hara yang 
diperlukan bagi kehidupan fungi disebut hifa vegetatif. Hifa yang 
umumnya tegak pada miselium yang terdapat di permukaan substrat yang 
disebut hifa fertil, karena berperan untuk reproduksi. Hifat-hifat yang 
telah menjalin suatu jaringan miselium makin lama makin tebal dan 
membentuk suatu koloni yang dapat dilihat mata telanjang (Semangun, 
1996).
Hifa
 adalah struktur menyerupai benang yang tersusun dari dinding berbentuk 
pipa. Dinding ini menyelubungi membran plasma dan sitoplasma hifa. 
Sitoplasmanya mengandung organel eukariotik. Kebanyakan hifa dibatasi 
oleh dinding melintang atau septa. Septa mempunyai pori besar 
yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti sel 
yang mengalir dari sel ke sel. Akan tetapi, adapula hifa yang tidak 
bersepta atau hifa senositik.  
Struktur
 hifa senositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali yang 
tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma. Hifa pada jamur yang 
bersifat parasit biasanya mengalami modifikasi menjadi haustoria yang merupakan organ penyerap makanan dari substrat; haustoria dapat menembus jaringan substrat.
Jenis-jenis Jamur
Jamur Trametes versicolor
 Klasifikasi jamur jenis ini adalah sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Divisio  : Basidiomycota
Class  : Hymenomycetes
Ordo  : Aphyllophorales
Family  : Polyporaceae
Genus  : Trametes
Spesies : Trametes versicolor
Adapun ciri-ciri jamur jenis ini adalah sebagai berikut:
- Warna coklat keputih-putihan hingga putih kekuningan dengan tepi bergerigi
- Permukaan badan buah jamur berbulu
- Jamur tidak memiliki tangkai, langsung melekat pada kayu
- Teksturnya menyerupai kulit
- Pada badan jamur terlihat zonasi pertumbuhan jamur
- Bentuk basidiokarpa/badan buah seperti ekor kalkun yang sedang mengeliat.
Wood
 dan Stevens (1996) mengemukakan bahwa pori jamur ini memiliki ukuran 
4-6 x 1,5-2,5 um, berbentuk silindrikal berliku yang ramping, permukaan 
halus, hyaline/hymeniumnya berwarna putih hingga kuning pucat dalam 
lapisannya. Berdasarkan bentuk penyerangnya, trametes versicolor 
termasuk kedalam jenis jamur White rot. Jamur ini merombak lignin dan sebagian selulosa. Kayu yang diserang akan berwarna putih.
Jamur Ganoderma applanatum
Klasifikasi jamur jenis ini adalah sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Divisio  : Basidiomycota
Class  : Basidiomycetes
Ordo  : Polyporales
Family  : Ganodermataceae
Genus  : Ganoderma
Species : Ganoderma applanatum
Adapun ciri-ciri jenis ini adalah sebagai berikut:
- Berwarna putih, dengan cepat berubah menjadi coklat apabila dilukai. Memudar menjadi pucat kekuning-kuningan ketika basah.
- Bdan buah 9basidiokarpa) jamur keras dan kaku
- Basidiokarpa tersebar rata pada substratum
- Sporanya tidak terlihat sebagaimana jamur pada umumnya, namun jika ditepukkan maka sporanya akan jatuh.
- Jamur tidak memiliki tangkai, langsung melekat pada kayu.
Ganoderma applanatum termasuk kedalam kalsifikasi jamur perusak kayu kelompok Brown rot.
 Jamur ini merupakan jamur tingakt inggi dari kelas Basidiomycetes yaitu
 golongan jamur yang meneyrang holoselulosa kayu dan meninggalkan residu
 kecoklat-coklatan yang kaya akan lignin                (Tambunan dan 
Nandika, 1989).
Faktor yang Mempergaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Jamur
Menurut
 Tambunan dan Nandika (1989), ada beberapa faktor yang berpengaruh 
terhadap pertumbuhan dan perkembangan jamur antara lain:
- Temperatur
Jamur
 perusak kayu dapat berkembang pada interval suhu yang cukup lebar, 
tetapi pada kondisi-kondisi alami perkembangan yang paling cepat terjadi
 selama periode-periode yang lebih panas dan lebih lembab dalam setiap 
tahun. Suhu optimum berbeda-beda untuk setiap jenis, tetapi pada umumnya berkisar antara 220C sampai 350C. Suhu maksimumnya berkisar antara 270C sampai 390C dengan suhu minimum kurang lebih 50C.
- Oksigen
Oksigen sangat dibutuhkan oleh jamur untuk melakukan respirasi yang menghasilkan CO2 dan H2O.
 sebaliknya untuk pertumbuhan yang optimum, oksigen harus diambil secara
 bebas dari udara. Tanpa adanya oksigen, tidak ada jamur yang dapat 
hidup.
- Kelembaban
Kebutuhan
 jamur akan kelembaban berbeda-beda, namun hampir semua jenis jamur 
dapat hidup pada substrat yang belum jenuh air. Kadar air subtrat yang 
rendah sering menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan jamur. hal ini 
terutama berlaku bagi jenis jamur yang hidup pada kayu atau tanah. Kayu 
dengan kadar air kurang dari 20% umumnya tidak terserang jamur perusak, 
sebaliknya kayu dengan kadar air 35-50% sangat disukai oleh jamur 
perusak.
- Konsentrasi hidrogen (pH)
Pada
 umumnya jamur akan tumbuh dengan baik pada pH kurang dari 7 (dalam 
suasana asam sampai netral). Pertumbuhan yang optimumakan dicapai pada 
pH 4,5 sampai 5,5.
- Bahan makanan (nutrisi)
Jamur
 memerlukan makanan dari zat-zat yang terkandung dalam kayu seperti 
selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat-zat isi sel lainnya. Selulosa, 
hemiselulosa dan lignin yang menyusun kayu terdapat sebagai makromolekul
 yang terlalu besar dan tidak larut dalam air untuk diasimilasi langsung
 oleh cendawan.
Menurut Gandjar et al.,
 (2006), secara umum pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh substrat, 
kelembaban, suhu, derajat keasaman substrat (pH), dan senyawa kimia 
dilingkungannya.
Pengaruh Serangan Jamur
Pengaruh serangan jamur terhadap sifat-sifat kayu secara umum adalah:
- Pengaruh berat, hilangnya sebagian selulosa dan lignin karena dirombak oleh jamur. Bila persentase penyerangan jamur ini tinggi, maka kayu menjadi semakin ringan.
- Pengaruh kekuatan, kayu yang diserang jamur akan mempengaruhi sifat keteguhan pukul, keteguhan lengkung, keteguhan tekan, kekerasan serta elastisitasnya dan mengakibatkan kekuatan kayu akan berkurang.
- Peningkatan kadar air, kayu yang lapuk akan menyerap air lebih banyak dari pada kayu yang segar sehat.
- Penurunan kalori, nilai kalori ada hubungannya dengan intesitas serangan. Apabila intensitas pelapukan semakin tinggi maka nilai kalori semakin kecil, sebab kayu yang lapuk memberikan panas yang lebih kecil dari pada kayu yang sehat.
- Perubahan warna, white-rot menimbulkan warna putih, brown-rot menimbulkan warna coklat, sedangkan blue-stain menimbulkan warna hitam kebiru-biruan.
- Perubahan bau, umunya kayu lapuk baunya berbeda dengan kayu yang sehat. Kayu lapuk baunya sangat tidak menyenangkan bagi pencium
- Perubahan struktur mikroskopis, white-rot menyebabkan dinding sel kayu makin lama- makin tipis dan akhirnya habis. Brown-rot menyerang selulosa kayu. Soft-rot hanya menyerang diding sekunder dan bila dilihat dengan mikroskop polarisasi maka terlihat lubang-lubang spiral yang memanjang.
(Damanik, 2003).
Ciri
 luar yang membedakan fungi adalah bentuk vegetatif yang berupa benang 
(filamen). Miselia mempunyai tenunan yang sederhana dan terbatas ataupun
 bercabang-cabang yang ukurannya sangat menarik perhatian. Sering 
terjadi pembentukan spora khusus atau badan buah yang bagi beberapa 
golongan berukuran makroskopis sederhana dari fungi payung dan fungi 
penumpu, yang berukuran luar biasa.
Kayu
Kayu
 sebagai bahan biologis tidak terdegradasi atau rusak karena pengaruh 
waktu tetapi karena faktor eksternal. Berbagai macam faktor eksternal 
yang terdiri atas tumbuhan (bakteri, jamur), binatang (serangga, 
binatang laut), iklim, mekanis, kimia, panas, dapat menyebabkan 
degradasi dari penampakan, struktur, ataupun komposisi kimia kayu 
(Tsoumis, 1991).
Inokulasi
Inokulasi
 adalah terjadinya kontak antara patogen tumbuhan. Patogen-patogen yang 
sampai dan menyebabkan terjadinya kontak dengan tumbuhan disebut 
inokulum. Inokulum adalah bagian patogen yang dapat memulai infeksi. 
Interval waktu antara inokulasi dengan munculnya gejala penyakit disebut
 periode inkubasi. Lama periode inkubasi berbagai penyakit bervariasi, 
khususnya dengan kombinasi inang-patogen, dengan tingkat perkembangan 
inang, dan dengan suhu lingkungan tumbuhan yang terinfeksi. Pada fungi 
inokulum dapat berupa spora, sklerotium atau bagian-bagian miselium 
(Yunasfi, 2008).
Penetrasi
Patogen
 mempenetrasi permukaan tumbuhan secara langsung melalui lubang-lubang 
alami, atau melalui luka. Fungi ada yang dapat melakukan penetrasi 
dengan satu cara dan ada yang dua cara. Proses penetrasi ini dapat 
dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
a. Penetrasi langsung melalui permukaan yang utuh, menggunakan apresorium.
b. Penetrasi melalui luka
c.
 Penetrasi melalui lubang-lubang alami, banyak fungi dan bakteri masuk 
ke dalam tumbuhan melalui stomata, hidatoda, nektartoda dan lentisel
(Yunasfi, 2008).
Infeksi
Infeksi
 adalah proses saat patogen melakukan kontak dengan sel atau jaringan 
tumbuhan yang rentan dan mendapatkan makanan dan tumbuhan tersebut. 
Infeksi yang berhasil akan mengakibatkan timbulnya bagian yang berubah 
warna, berubah bentuk, atau nekrosis pada tumbuhan inang yang disebut 
gejala, dan ada yang tidak menghasilkan gejala yang disebut laten dan 
gejala ini akan kelihatan pada waktu berikutnya di saat kondisi 
lingkungan lebih menguntungkan (Yunasfi, 2008).

 
 

copo ya???
BalasHapuswkwkwkw
BalasHapus